#PUISI
DUA PUTRA SATU RAHIM
Kami lahir dari rahim yang sama, di dusun kecil yang digendong hutan rimba, di bawah langit Papua yang lembab dan luas. Susu ibu sama, pelukan ayah sama, tapi jalan kami berbelok ketika dunia mulai bicara tentang "pilih sisi".
Kau memilih seragam abu-abu dengan lambang burung Garuda di dada, mengenakan negara seperti pakaian kebesaran. Kau sebut itu darma, tugas suci untuk tanah air tanah yang kutinggalkan demi tanah yang belum merdeka dalam jiwaku.
Aku memilih hutan. Bukan karena benci kota, tapi karena hutan tempat duka kami bersuara tanpa dibungkam. Memanggul senjata bukan karena ingin darah, tapi karena tanah kami tidak boleh hilang seperti nyanyian tua yang dilupakan.
Dan kini kita bertemu di medan sama, bukan sebagai saudara, tapi sebagai musuh yang diutus nasib. Langkah kita terpisah oleh ide, bukan darah. Namun hutan tahu: luka yang tertembus peluru tak lebih perih dari luka yang menembus hati ibu kita.
Jika hari ini aku gugur, dan kau tetap berdiri, ingatlah bahwa tangisan pertama kita dulu sama nyaring. Dan jika kau gugur, dan aku masih bernyawa, akan kupeluk tanah ini bukan sebagai pemenang, tapi sebagai anak yang rindu pulang ke rahim yang tak pernah salah.
Namolla Amole
Nyanyian Sunyi, 26 Mei 2025.