Dari Punggung yang Menatap Sunyi
Di punggung bukit, ia duduk diam,
tak berbaju, hanya bersenjatakan harapan dan dendam.
Langit kelabu menutup lembah,
seperti luka yang tak kunjung sembuh di dada tanah.
Angin menggiring bisikan leluhur,
membelai rambutnya, menyapa bisu di punggungnya yang kukuh.
Ia bukan prajurit biasa,
ia adalah jiwa yang tak rela dijajah selamanya.
Burung-burung melintas di cakrawala,
mereka tahu: kemerdekaan tak datang dari kata-kata.
Ia menatap jauh ke kabut sejarah,
di mana darah dan tanah pernah menyatu dalam sumpah.
Senjatanya bukan sekadar baja,
tapi simbol bahwa ia belum mati rasa.
Ia menunggu, menanti fajar lain,
yang membawa kebebasan, bukan hanya kabar dari angin.
Sorotan Pengikut