Tuan Tanah Adat bercerita kepada Cucunya.
Tuan Tanah Adat duduk berdampingan dengan cucunya di bawah rindangnya pohon tua yang telah menyaksikan berbagai kisah di masa lalu. Dengan suara lembut, Tuan Tanah mulai bercerita kepada cucunya tentang bagaimana tanah Papua diguncang oleh kedatangan PT. Perusahaan Kapitalisme Biabab yang hanya memikirkan keuntungan semata tanpa peduli akan lingkungan dan masyarakat adat yang hidup di sana.
"Iklim sudah hancur, cucuku," ujar Tuan Tanah sedih. "Mereka datang dengan membawa alat-alat besar yang menggali dan merusak tanah kita. Sungai-sungai menjadi tercemar, hutan-hutan kita dibabat habis untuk kepentingan mereka."
Cucu menatap Tuan Tanah dengan mata penuh pertanyaan. Tuan Tanah melanjutkan, "Kita harus tegak lurus hati, cucuku. Kita harus bangkit dan melawan penjajah-penjajah modern ini. Mereka harus tahu bahwa tanah ini bukan milik mereka semata, tapi juga milik nenek moyang kita dan anak cucu kita."
"Dengan menjaga tegak hati kita dan semangat perlawanan, kita bisa mengusir mereka dari tanah kita. Kita harus bersatu sebagai satu, menguatkan ikatan kebersamaan di antara kita semua. Hanya dengan keseragaman dan tekad bulat, kita bisa mengembalikan kehijauan dan keasrian tanah Papua seperti dulu kala."
Cucu mendengarkan dengan cermat setiap kata yang diucapkan Tuan Tanah. Dalam benaknya, ia merasa bertanggung jawab untuk melindungi warisan nenek moyangnya. Bersama dengan Tuan Tanah, cucu itu pun bersumpah untuk menjadi bagian dari perlawanan, mempertahankan keutuhan tanah dan lingkungan Papua dari para penjajah modern yang hanya mengincar keuntungan pribadi.
Dengan semangat yang berkobar, Tuan Tanah dan cucunya pun bersama-sama mempersiapkan diri untuk melawan para penjajah kapitalisme yang merusak tanah Papua. Mereka percaya, dengan tegak lurus hati dan semangat perjuangan yang tak kenal lelah, mereka akan dapat melindungi warisan berharga tersebut bagi generasi mendatang.
Eko-vinsent
#Jiwaumumnetral